Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Balahindang Terima Kasih Kunjungan Anda

Sabtu, 30 Juli 2011

ZURHIDADUSTIPA

Nama samaran dari Dra. Zuairiah, Guru SMA Negeri 1 Rantau sejak tahun 1993 sampai sekarang ini adalah Alumni Fakultas Keguruan Universitas Lambung Mangkurat Jurusan Bahasa Indonesia. Lahir di Rantau 12 Desember 1959. Rajin menulis puisi dan cerpen namun tidak mau mempublikasikan dan
cenderung hanya sebagai pengungkapan bahasa bathin serta luapan kegelisahan untuk dinikmati sendiri dan bahan belajar bersama anak didiknya di-SMAN 1 Rantau.
Tumpukan puisi dan cerpen-cerpennya yang tak terpublikasi itu menyentuh naluri seorang sahabatnya ( Bram Lesmana ) untuk diapresiasikan dan bergabung di-Sanggar Seni Balahindang Rantau. Pada Tahun 2009 dipercaya sebagai ketua Sanggar Seni Balahindang Rantau Menggantikan ketua lama Rahmiyati S.Pd yang dapat tugas baru di desa Haruyan (HST).
Ibu guru dua putera yang low profil ini beralamat di Jalan MTQ Gang H. Noor Ilmi RT. 5 Rantau.
Kontak Person : 0857 5315 6566


Doa

Bagai embun-embun luruh
Ayat demi ayat…
Beterbangan dibibir bathinku
mendirus dan menghunjam
Terus-menerus menggumpal
Jadi telaga Pengharapan
Dan seiring keluh
Seribu harap
Seribu….
Menderap
Menembus sayap-sayap malaikat
Dipohon-pohon arasy
Terbang menuju tahta-Mu
Melewati tangga-tangga wasilah
Wali-wali-Mu

Puisi Larut Malam

Kurampas rasamu
Di sela asap dan api
Ujung rumput pun tunduk
Ketika khayalku melintas di ujung rindu

Malam semakin larut
Angin dingin menebarkan resah
Yang lepas dari sukma yang lara
Ingin rasanya aku lelap bersama bayangmu
Namun mata enggan menaut redup
Yang hadir cuma dengung nyamuk
Beriring degam desah nafasku
menggilas alur bunyi
Mengejar impian
Mengharap………


Kau adalah Kegelapan

Suara itu pernah kukenal
mengiang ramah bersama Seulas senyum mengambang
Di sela kata dan jeda
saat lahapmu menyantap api cahaya mataku

Suara itu pernah kukenal
Sebelum melepas selimut,
merebahkan lelah tubuh diranjang istirah
dan… dalam mimpi kita bercakap di teras beranda
menanti pulang mutiara
yang ternyata kau curi dalam selimut malamku
terpasung dalam jerat jebakmu
nyatanya
kau adalah kegelapan yang harus diusir
pergilah !
Tak akan ada lagi keakraban bersamamu dalam canda tawa
Kata dan bab yang pernah dirangkai
Kucabut dari punggung jantungku
Tulang belulang meremuk
terjemahkan gerak tubuhku
Lengking luka menguak
Di paru-paru kesedihan melebam
Dan membiru

Disela tangis sesal dan dirus malam
dedaunan berbisik :
“ tabahlah !”


Biarkan air Mata Membulir

Kubiarkan air mataku membulir
Isak derai tak lagi menjadi mampu kubendung
Jarum-jarum gerimis menajam
Di tiap tetesan gerimis rinduku

Biarkan air mataku membulir
Aku tak lagi mampu menghapus gerimis
Mencair, meleleh, meluncur
Mengunyah perih ruang sukmaku
Aku tersudut sakit

Biarkan air mataku membulir
Menghitung sebesar apa salahku padamu
Hingga akhirnya Kau sulutkan bersama helaian kertas
Yang berubah jadi belati menggores dadaku

Biarkan air mataku membulir
Naluri kecilku bertanya
Haruskah kumampu mengembalikan Air mataku?
Atau kubiarkan gerimis menjarum turun
Menangis bersama angin,
lalu menggenang
Mengikis hatiku yang luluh
Agar pecah berhamburan tak berbentuk

Biarkan air mataku membulir
Kukatakan terlalu, sangat terlalu
Hanya itu yang bisa kukatakan
Terus dan terus aku menangis
Haruskah kubingkai kisah ini?

Rantau, 19 Januari 2007

Tidak ada komentar: