Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Balahindang Terima Kasih Kunjungan Anda

Sabtu, 30 Juli 2011

RISLAM MAHARANI

Lahir di Binuang, 12 September 1973. Sejak sekolah di-MTs Negeri Binuang ditahun 1987 - 1989 sudah mulai menulis puisi dan beberapa cerpen. Ketika melanjutkan ke Madrasah Aliyah negeri (MAN) 1 Rantau, bakat menulisnya semakin berkembang dan sering mengirim karya puisinya diacara Untaian Mutiara seputar Ilmu dan seni RRI Nusantara III Banjarmasin.
Setamat dari MAN 1 Rantau ditahun 1992 dia hijrah ke Banjarmasin untuk meneruskan studi di Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin. Bergabung dengan komunitas intelektual dan seniman kampus membuatnya semakin matang dalam menulis bait-bait puisi dan cerita pendek. Karyanya sering hadir di SKH Banjarmasin post dan Radar Banjar.
Setamat kuliah di IAIN Antasari dia kembali mengabdi di tanah kelahirannya, Kota emas hitam Binuang dan ber-alamat di Jln. SMA Negeri 1 Binuang No. 300 Karangan Putih, Binuang Kabupaten Tapin


Surat Buat Sebuah Sisi Negeri

Kutulis surat ini
kala percik api jatuh diwajah tanahku yang luhur
kala laut tak lagi mampu meredam gelombang
pelukan dendam dan ambisi antara kita
mengetat

Di negeri ini peluh mulai gerah ditampar serapah
Darah mengapung sebagai persembahan kekerasan
Dan tangan tak lagi mampu menahan sebatang tiang
tegaknya rambu hukum titipan leluhur

Kutulis surat ini
setelah penyaksian yang menggidikkan bulu roma
ketika pagar ayu yang tercerabut topeng cinta !
ketika sungai dan hutan menjadi kubur satwa !
Ketika selembar jiwa dibayar candu
dan orang-orang mulai membuat silsilah sendiri……
Astagfirullah

Dimana pijar cinta dapat dibaringkan
Jika nurani terus dibubut kejumawaan
Dimana benih subur disemaikan
Jika sungai dan hutan Melayati jiwa-jiwa terbunuh
Dimana negeri elok menerbitkan dirus cinta
Jika kesabaran lambat laun tertindih mati

Binuang, Februari 2002


Disetiap Mengetuk Pintu Itu

Disetiap Mengetuk Pintu Itu
terasa KAU berdiri membukanya
wajah-MU diam-diam menambat
memecah gemuruh bebatuan kecilku jadi laut
yang memendam haru setiap kuhirup
udara nadi Asma-MU
segala lapang menyusup dirongga-rongga
ketika kulentikkan jemari mengetuk Pintu-MU
pada sebingkai doa
udarapun ikut memutih menyusur darah
memecah bebatuan kecilku
menjadi laut yang menghangat

Begitulah gemuruh bebatuan kecil ini
Senantiasa pecah jadi laut
yang menggelorakan rindu
Mencari muara buat bersua
Merambah pesona, memupuk tanah lautku

Disetiap mengetuk pintu itu
Begitu sempurna Engkau menyambut

Binuang, April 2001


Pertemuan Kita

Tanah rantau ini menunaikan pertemuan kita
segala wujud adalah sekumpulan nikmat
penawar hayat atas rahman dan rahim-Nya

Kita telah menyisilnya sejak tangisan pertama
melebur dalam ketinggian martabat
segala cinta mengalir dalam tetes embun jatuh
sejumlah cinta bersemi mengurai benih
dan ukhuwahpun memanjang di kaki langit,
ladang tempat kita melihara huma
jadi matang di batang pengalaman
dalam pertemuan kecil ini

Namun, kita harus mewaspadai
saat pertemuan yang dirayapi kecemburuan
karena Kedhaifan akan melesat menuju arena
ladang persabungan membuka segala dakwaan
dan kau yang terpilih dalam pertemuan kecil ini
menjadi indah di wajah bulan
atau menjadi bopeng disekap malam

Binuang, Januari 1999


Ode Musim Cinta

Seberapa lama lagi akan diam di situ
menunggu ruang waktu yang ber-estapet
dengan prosa yang tak pernah
mencapai klimaksnya

Sepanjang musim kemerah kuningan
hari memburu rasa menyilang cemas
denyut jantung menatap sepotong impian
jatuh pucat di wajah bulan

Langkah berderak-derak menyimpulkan sisa letih
dari keraguan
mungkin inilah saat-saat perih itu ;
begitu sulit memberi arti pada cinta
dalam kejujuran dan kepastian

Kitapun saling terpana
meneruskan prosa yang belum selesai
di sebuah siklus yang belum terbaca

Binuang 2001

Tidak ada komentar: