Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Balahindang Terima Kasih Kunjungan Anda

Sabtu, 30 Juli 2011

AHMAZI HADERIYANI

H. Ahmazi Haderiyani ini adalah sarjana ( S.1) Fakultas Pertanian Universitas lambung mangkurat. Lahir di Marabahan 21 Juni 1962. Mengaku mulai mengenal dan rajin menulis Puisi sejak hatinya tersentuh oleh naluri Asmara ditahun 1985. Sejak itu mengalirlah imaji dalam bentuk tulisan puisi yang terhimpun disela map tua yang masih tersim
pan ditumpukan arsipnya. Naluri kepenyairannya semakin terasah sejak dia terjun kemasyarakat sebagai penyuluh Pertanian pada kantor KPSL Banjarbaru ditahun 1987 – 1989. Tahun 1990 bertugas di Bank Perkreditan Rakyat Tapin Selatan. Penyuka syair sufi dan suluk-suluk ini sedang belajar untuk menjadikan puisi sebagai wahana lain upaya pendekatan hubungannya dengan Sang pencipta. Ritus kata juga dituangkannya dalam bentuk warna diatas kanvas, karena beliau adalah salah seorang pelukis Tapin yang selalu menjadi juri lomba melukis. Beralamat di Jl. Jenderal Sudirman/By pass RT. 10 No. 39 Rantau.
Kontak person : 0819 3379 0361


Namamu Masih Kusimpan.

Pada mimpi segala mimpi kusimpan rapi namamu
Catatan senja telah menebal
menjadi sebuah buku tanpa judul
di pustaka kisi-kisi hati

Pada nafas kukirim rindu
Pada rindu kukirim mimpi
Pada mimpi kuprasasti namamu
Namun selalu saja luluh mengalir
Kembali menjadi rindu
Kemana Namamu ?

Namamu telah mengelana disemua aliran darahku
tak sempat kubaca
Karena sebuah sembilu memasung
maka diamlah di manapun dalam diriku
Agar kemanapun jejak melangkah
Kau selalu bersamaku
Hingga suatu musim
Kau utuh untuk disebut lagi

Banjarbaru, 1985.


Catatan Senja

Mengenang kisahmu tentang baratayudha
yang merajah ajaran filsof menjadi suluh malamku
menakhodai hidup.
Mencium sakral bau dupa nafasmu
memandu sujudku di altar mesjid-mesjid
tak bertiang tak bercungkup

Merasakan tangan rentamu saat kuantar ke gerbang keabadian,
seperti pesan perpisahan yang menyuruhku
merenungi hasudnya alam nasud

Menyaksikan datangmu di ambin tua, senja ini
Seperti memutar ulang masa-masa kecilku
saat bermain culuk damar dan meriam bambu yang kau olah
dari tebangan di galangan huma kita

kini, berjubah begawan kau titipkan catatan senja untukku
tersenyum dalam peluk keabadian dikereta lembayung saga
lalu berarak diantar arus sungai tapin
meninggalkan kasih sejati

Rantau, 10 September 2007
( Dedikasi Untuk Ayahnda Haderiyani Imuk dialam ke-abadian )


Aku merindukan wanitaku

Aku merindukan wanita penolak megah istana amalekites
dan enggan digiring tujuh sahaya berbusana sutera
dalam lilitan kalung manikam bermahkota tiara

Aku merindukan wanita penolak rayuan raja hyksos
karena setia pada cinta dan khaufnya kepada Sang Pencipta

Aku merindukan wanita dari golongan sahaya
yang rela ditinggal bersama bayinya diantara dua bukit sahara
berbekal guriba taqwa bermandi penat tujuh putaran jejak
antara shafa dan marwah….. namun tak berkeluh kesah

Aku merindukan wanita yang dengan cintanya
terkepak sayap malaikat mengundang kucur mata air telaga
dambaan umat dalam guriba sahara

Aku merindukan wanita ter-tarbiyah dimadrasah ikhlas
Untuk membasuh gundah keluhku dalam menatap
pelangi cinta ke-Esaan-MU

Aku merindukan dua jiwa wanitaku dalam satu raga
dialiran bejana hidup yang semakin rapuh menapak takdir
Karena akulah bapak kurban yang hijrah
Lalu membangun rumah-MU dari batu-batu kedengkian dan Fitnah
akulah Ibrahim yang ber-renkarnasi di-peradaban ini
sambil menenteng pedang basah darah Qibas ke-ihklasan
puteraku sendiri

Dalam sujud kuberdoa :
“ Rabbana Hablana min adjwadjina,waa zuriatina qurrata a’yunin wadj alna lil muttaqinna imama.

( Adaptasi tafsir QS Ibrahim : 37 )


Doa Seorang Pengutil

Dibilik birokrasi kusaksikan kasak-kusuk calon pengutil
Tersenyum melihat angka-angka dalam RKA
Padahal belum kering basah lidah mengucap janji Panca Prasetya
Air liur sudah meleleh disela senyum

Kurenungi ternyata benar !
Memang, siapa yang tak jadi pengutil dinegeri ini
Pejabat mengutil dari kursinya
Tukang kayu mengutil hutan – hutan
Penambang mengutil perut bumi
Nelayan mengutil terumbu dengan jaringnya
Guru-guru mengutil dengan diktatnya
Isteri-isteri mengutil dompet suami
Anak-ku mengutil nenen isteriku
Aku mengutil hak-hak diriku
dan…ahhh
Ternyata kita telah membudayakan
proyek kutil mengutil

para pengutil berkelana membentuk partai-partai
agar bisa kerjasama melakukan pengutilan
inikah yang disebut main kutil-kutilan ?
padahal tak ada yang mau punya kutil !

“ Wahai para pengutil, jangan kita mengutil sesama.
Mari kita bergotong royong mengutil Tuhan
Kita kutil Cinta dan kasih sayang-NYA
Kita kutil Keadilan dan Ridho Milik-Nya
Agar menjadi harta abadi dialam berikutnya”

Dilingkungan para pengutil aku berdo’a.
Doa tukang kutil yang kena kutil, tapi tidak berkutil.

Pulau Kutil, Januari 2010

Tidak ada komentar: