Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Balahindang Terima Kasih Kunjungan Anda

Sabtu, 30 Juli 2011

RAHMIYATI

Sarjana ( S.1 ) FKIP Universitas Lambung Mangkurat jurusan Bahasa Indonesia Program Studi pendidikan Bahasa dan seni ini Lahir di Rantau 8 Juni 1983. Mengaku mulai mengenal dan rajin menulis Puisi sejak SLTA membuahkan ratusan puisi dan cerpen serta beberapa cerita rakyat yang tersimpan apik di laptop pribadinya.
Naluri kepenyairannya semakin terasah sejak menjadi mahasiwa dan bergabung dikomunitas Teater Kampus “Ilalang” FKIP Unlam. Keseriusannya pada dunia tulis menulis menghasilkan prestasi diantaranya :
- Juara 1 Nasional Kritik sastra Bidang pendidikan dari Departemen Pendidikan nasional di-Jakarta tahun 2009.
- Sutradara Terbaik Festival Teater Anak se-Kalsel tahun 2008 bersama sanggar seni Balahindang Rantau.
- Juara III penulisan cerita rakyat sekalsel tahun 2007.
- 10 penulis puisi terbaik Aruh Sastra 2006 di-Kotabaru
- Antologi bersama Penyair Kalsel 2006 “Kau tidak akan pernah Tahu rahasia sedih tak bersebab ”
- Antologi bersama Penyair se-kalsel Aruh sastra 2008 di Balangan “ Tarian cahaya dibumi Sanggam”
Bertugas sebagai Guru di SMAN 1 Haruyan (HST) dan beralamat di : Desa Pematang Karangan Hulu RT.2 No.17 Kecamatan Tapin Tengah Kab. Tapin
Kontak person : 0813 49612124.


Puisi yang Pernah Kutulis

Hari ini aku menulis puisi yang pernah kutulis
puisi tentang malam dan hujan yang dulu selalu
kukirim untukmu

tapi kali ini kau tak beranjak memenuhi seruan malam
tak jua mendekat ke cahaya terang
dan aku melihatmu telah di seberang jalan itu
tak lagi berusaha menembus hujan
seperti sediakala
saat itu juga aku hanya menggigil menanti semai
ketika hujan itu reda. Aku menanti cahaya
tapi, lagi-lagi kau hanya diam dan aku
seperti melempar derai ke tengah badai

mungkin jejak telah sepucat bulan di bibir pagi
kau-aku dalam ketidakbermaknaan
meski sungguh, aku tak ingin reda tapi juga
inginkan cahaya
aku takkan mendekat
tapi tak juga kemana-mana

Rantau, 14 April 08


Dahan Kita yang Lapuk dan Hujan Itu

mungkin perlahan saja kaki itu beranjak
meninggalkan dahan kita yang lapuk oleh waktu
yang selalu bertentangan
tak seperti saat kaki-kaki kita dulu berjajar
tak terlalu bergegas memang, dan aku hanya
tersenyum datar, tertunduk pahit
memaknai itu

saat itu,
serasa berteduh di bawah gerimis
yang mengantarkan senja menjadi malam
dingin seperti hujan musim ini
sementara ingatan itu selalu datang
ketika aku selalu mamaknai hujan yang
kadang deras kadang selintas
sampai senja menjemputnya lagi

benar, dahan kita yang lapuk itu tetap sama
dan aku masih tersenyum datar
berdiri di situ

Rantau, 11. 11. 06


Puisi dan Ibuku

Kadang lukamu tak sesederhana senyummu hari ini
Meski tak selalu kuketahui
Tentang kasih paling teduh layaknya gerimis
dan selalu untukku
Meski tak selalu kuketahui

Mungkin puisi mampu mengeja sepi menjadi sederhana
Tapi, tetap saja kau penyembuh luka paling jujur
dan selalu untukku
Meski tak selalu kuketahui

Rantau, 2. 10. 06


Apa yang Masih Tersisa Dari Rindu Yang Lelah?

Aku seperti senja yang beranjak temaram
sungguh, aku seperti lagu-lagu cinta yang patah
apa yang masih tersisa dari rindu yang lelah?
rindu pada tanah yang silam
adalah mimpi buruk yang selalu menyudutkanku
di tempat yang sama
mungkin yang tersisa kelak hanya sisa
seperti ketika manusia masih bisa tertawa
saat hujan mulai retak
saat hutan-hutan terluka
maka saat itu pula dingin yang teduh enggan berbagi
hanya riak-riak jelata yang meminta tolong
tapi pada siapa dan untuk apa
sungguh, yang tersisa mungkin hanya sisa.
hutan dan hujan ?
Entahlah.

Rantau, 9 Juli 2006

Tidak ada komentar: